Rabu, 25 April 2012

Wanita-wanita mulia sepanjang sejarah (Refleksi Hari Kartini)

 
   I’badallah, sudah sewajarnyalah kita sebagai komunitas terdidik di bumi Indonesia ini untuk menghargai sejarahnya. Begitu pula menghargai para pejuangnya. Karena tanpa para pejuang kemerdekaan, tidak mungkin kita bisa sampai di waktu yang bisa kita gunakan untuk belajar dengan bebas, bermain dengan lepas, bahkan beribadah dengan tenang.

   Seperti didalam pidato Presiden Ir Soekarno yang mengingatkan,”Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah negaranya.” Dan kata-kata ini pun mampu dibuktikan oleh Negara-negara besar semacam Amerika Serikat, dimana dalam kurikulum wajibnya, pelajaran Sejarah Nasional menjadi mata pelajaran wajib. Oleh karena itulah, saatnya kita juga mulai lebih mengenal dan menghargai perjuangan para pejuang terdahulu kita. Untuk kondisi sekarang, Hari Kartini bisa kita jadikan momen penting untuk merefleksikan kondisi kita sekar`ng yang kurang bersemangat untuk belajar, sehingga kedepannya mampu terus memacu semangat untuk menempa diri menjadi pribadi yang terdidik.
 
   Bahkan, jika kita mau menggali lebih dalam mengenai Hari Kartini, sebenarnya masih banyak pejuang wanita yang perlu kita tahu. Salah satunya bernama Rohani Kudus, dimana beliau merupakan muslimah yang mendirikan pendidikan dasar untuk wanita Indonesia. Ada pula Cut Nyak Dhien, pejuang wanita yang berani untuk ikut berperang melawan Belanda. Tak ketinggalan pula Laksamana Malahayati yang ikut berjuang membantu meningkatkan harkat dan martabat wanita Indonesia pada zaman dahulu.
 
   Sayangnya, kondisi peringatan Hari Kartini dewasa ini masih sebatas perayaan untuk bersenang-senang, atau sekadar membuat tumpeng saja. Seharusnya ada hal yang seharusnya lebih bisa kita lakukan pada saat ini, misalkan dengan semakin memperbaiki diri untuk semakin bersemangat belajar, atau membantu meningkatkan kualitas para pemudi-pemudi disekitar kita dengan hal-hal seperti kajian atau seminar. Intinya, kita harus menjadi pribadi yang berguna untuk diri, dan lingkungan kita.

   I’badallah, disamping pejuang-pejuang wanita Indonesia, perlu kita ingat juga bahwa banyak contoh-contoh wanita mulia di zaman dahulu yang perlu kita tiru. Ambil satu sample pertama yaitu Siti Maryam, yaitu wanita mulia yang sejak kelahirannya, kedua orang tuanya menitipkan pada Nabi Yahya untuk di asuh dan di didik ilmu agamanya. Siti Maryam sejak kecil selalu beribadah di dalam suatu mihrab, yang dia tidak keluar dari dalamnya kecuali untuk keperluan makan dan membersihkan diri. Hingga pada saat dewasa, beliau diberi keistimewaan oleh Allah agar bisa mengandung walau tanpa disentuh oleh suatu lelaki pun.

   Dalam kondisi yang ‘tidak wajar’ itulah, para tetangga Siti Maryam mulai menjelek-jelekkannya. Tetapi dengan keikhlasannya, Siti Maryam berhasil untuk tetap menjaga hatinya agar tidak membalas perlakuan buruk para tetangganya.

   Satu contoh yang lain adalah Masyitha, yaitu seorang tukang sisir anak perempuan fir’aun. Suatu ketika disaat Masyitha sedang menyisir, tiba-tiba jatuhlah sisirnya. Maka beliaupun berucap, ”Astaghfirullah..”, Mendengar hal ini pun, anak perempuan fir’aun bertanya,”Siapa yang kau sebut tadi?” ,maka Masyitha pun menjawab,”Rabb-ku,”, seketika itu pula anak perempuan fir’aun mengancam,”Kau kan sudah punya Tuhan, yaitu ayahku. Jika kau tidak mau mengakui ayahku, maka akan ku laporkan kau!” , dengan hati yang tidak gentar sedikitpun, Masyitha menjawab,”Aku tidak takut,, karena aku memiliki Allah yang Maha Segalanya.” . Singkat cerita, Fir’aun memberikan pilihan pada keluarga Masyitha, bahwa jika mereka mau mengimani Fir’aun sebagai Tuhannya, maka mereka semua akan selamat. Tapi jika mereka mengingkari Fir’aun sebagai Tuhannya, maka mereka harus melompat kedalam kuali yang didalamnya terdapat minyak yang mendidih. Dan akhirnya, seluruh keluarga Masyitha pun melompat kedalam kuali dengan minyak yang mendidih tersebut. Mereka memilih mati dengan membawa imannya, daripada hidup dengan membuang imannya. 

   Contoh lain yang juga terkenal lainnya adalah Siti Khodijah sang Istri pertama Rasulullah SAW, dan juga Siti Fathimah. Banyak sekali perjuangan-perjuangan keduanya yang perlu kita jadikan refleksi sekarang.

   Semoga dengan adanya refleksi singkat ini mampu memompa semangat kita dalam beribadah kepada Allah SWT, dan menjadi pribadi bermanfaat bagi sekitar kita. Amin ya rabbal’alamin. (habib Ali - rachmat wijaya - Mesjid Annur Kampus 2 Polinema)

2 komentar:

  1. Subhanallah,, wes gak iso ngomong opo-opo aku..
    :(

    BalasHapus
  2. Benar-benar menjadi contoh untuk tidak membuang iman karena masalah dunia..
    smoga kita termasuk didalamnya.. aminn :)

    BalasHapus